Thursday, October 28, 2010

Asuransi untuk Pengangguran, Adakah?


Oleh: Devie Deviesa CFP, Wealth Planner

Pak Devie, saya mendengar istilah asuransi pengangguran. Katanya, itu adalah semacam santunan kepada pekerja jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa menerapkan asuransi pengangguran. Jika baik, mengapa tidak semua negara menerapkan asuransi pengangguran. Indonesia sudah merdeka 65 tahun. Apakah negara kita sudah memiliki asuransi tersebut? Mohon penjelasan. Terima kasih.

SUMARSONO, Surabaya

Jawaban

Memang benar. Negara-negara maju sudah memiliki sistem yang mapan untuk memerdekakan keluarga dari risiko sakit, risiko kecelakaan kerja, risiko pemutusan hubungan kerja, risiko hari tua, dan risiko kematian. Negara menggunakan dua cara untuk menyejahterakan keluarga, yaitu asuransi sosial maupun bantuan sosial. Asuransi pengangguran merupakan bagian dari asuransi sosial. Asuransi pengangguran merupakan produk asuransi yang memproteksi penghasilan pekerja jika terjadi PHK. Orang yang terkena PHK akan memperoleh santunan. Besarannya sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian polis. Besaran santunan mulai angka 50 persen-100 persen dari penghasilan ketika pekerja masih berstatus aktif bekerja. Lamanya waktu yang diterima pekerja terkena PHK juga bervariasi. Tetapi, keluarga harus tahu karena santunan PHK bisa terealisasi jika keluarga sudah menunaikan kewajiban membayar premi asuransi ketika aktif bekerja. Ingat, asuransi pengangguran bukan bantuan sosial seperti bantuan langsung tunai (BLT). Karena premi bersifat wajib, pengelola usaha asuransi itu adalah badan usaha yang dimiliki negara

Para pekerja di Amerika Serikat akan menerima santunan 50 persen dari penghasilan terdahulu selama 26 minggu. Bahkan, santunan selama menganggur lebih besar dinikmati para pekerja di negara-negara Eropa. Tetapi, sampai sekarang masih timbul perdebatan di kalangan ekonom apakah asuransi pengangguran lebih banyak memberikan manfaat atau sebaliknya? Perdebatan tersebut menjadi salah satu penyebab sebagian negara belum menerapkan bahkan negara yang sudah menerapkan senantiasa merevisi kebijakan tentang asuransi pengangguran.

Ekonom ternama Gregory Mankiw memaparkan dua argumensi yang berbeda tentang asuransi pengangguran. Ekonom yang tidak setuju dengan asuransi pengangguran berargumentasi bahwa asuransi pengangguran justru memicu banyaknya pengangguran friksional. Pengangguran friksional sering disebut pengangguran yang bersifat sementara atau bersifat jangka pendek. Pengangguran friksional itu merupakan pengangguran yang disebabkan oleh waktu yang dibutuhkan pekerja untuk mencari pekerjaan baru. Dikhawatirkan, asuransi pengangguran menjadi penyebab para pekerja sering berpindah kerja dengan alasan tidak cocok. Asuransi pengangguran membuat pekerja tidak perlu khawatir di-PHK. Akibatnya, pekerja dikhawatirkan bekerja tidak optimal. Bahkan, asuransi pengangguran memicu pekerja untuk tidak cepat-cepat mencari kerja setelah di-PHK karena menganggur tetap mendapatkan santunan. Ironis bukan.

Sementara itu, ekonom yang sepakat dengan asuransi pengangguran memberikan minimal dua argumentasi tentang manfaat asuransi pengangguran. Pertama, asuransi pengangguran melindungi pekerja dari ketidakpastian memperoleh penghasilan. Pekerja yang memiliki proteksi risiko pengangguran merasa lebih aman dan nyaman dalam menjalani kehidupan. Kedua, asuransi pengangguran mengakibatkan pekerja lebih bijak dalam mencari kerja sesuai dengan yang diinginkan. Pekerja yang memiliki asuransi pengangguran akan menolak tawaran kerja jika tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Alhasil, pekerja bisa mencintai pekerjaannya sehingga produktivitas kerja meningkat.

Bagaimana dengan Indonesia? Kabar gembira buat keluarga Indonesia. Pemerintah dan DPR sedang (semoga) merampungkan implementasi UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Semoga SJSN bisa memerdekakan keluarga Indonesia dari berbagai risiko kehidupan. Merdeka. (*)

ddeviesa@yahoo.co.id

No comments:

Post a Comment